Krisis kepercayaan publik kini terhadap instansi pendidikan di Sekolah Dasar milik Negeri kian merisaukan. Berbagai kasus yang terjadi di instansi pendidikan Sekolah Negeri cukup menyita perhatian masyarakat kini dengan segala pernak-pernik aktifitas pengajarannya.
Beberapa waktu yang lalu kita mendengar Murid yang berkata kotor pada gurunya di Kabupaten Limapuluh Kota, guru yang mengajar tak di bayar bahkan sampai 10 tahun lamanya di Nusa Tenggara Timur, sampai kasusBullyingdi Sekolah Menengah Pertama di Cilacap yang cukup menggemparkan media sosial karena kebringasan pelajar memukuli teman sekolahnya.
Miris memang, sekolah untuk menempuh pendidikan kini begitu sering terjerat dengan berita-berita miring semenjak mudahnya informasi berkembang atas bantuan teknologi yang begitu cepat membuat informasi negatif beredar tak terkendali membangun berbagai asumsi ditengah masyarakat. Mengapa dengan sekolah negeri kini?
Keberadaan sekolah sebagai tempat fasilitas pendidikan yang membangun tonggak penerus bangsa kini digiring pada stigma masyarakat bahwa kualitas pendidikan kian buruk.
Berkaca dari berbagai kasus viral di instansi pendidikan beberapa waktu terakhir menjadikan Peringatan Hari Guru sebagai ajang momentum pemerintah untuk mengembalikan perhatian kembali pada kualitas Sekolah di bawah naungan Negeri ini.
Guru kini sering dipandang sebelah mata, hilangnya rasa hormat masyarakat kepada guru, cikal bakal ilmu akan lenyap. Pengetahuan tak akan lekat di ruang kepala, bahkan hilangnya rasa hormat kepada guru maka cikal bakal hilangnya adab dan budi pekerti di masyarakat saat ini.
Kita sangat tahu bahwa wajah dari sebuah instansi pendidikan adalah guru. Guru tak lain juga orang tua kita setelah orang tua kandung di rumah. Masyarakat harus memberikan kepercayaan peran mendidik kepada guru di sekolah.
Bila anak dimarahi di sekolah, jangan serta merta membela sang anak dan "menyerang" sang guru.
Orang tua kini terlalu mendominasi peran yang harusnya dimiliki oleh guru dan menurunkan rasa percaya masyarakat terhadap guru selaku tokoh di sekolah negeri ini semakin menurun.
Guru-pun tentu merasa dipersempit ruang geraknya dalam aktifitas ajar mengajar yang dirasa takut mudah 'viral', padahal guru bersikap tegas kepada murid untuk mendidik bukan untuk menyakiti, perspektif ini yang sangat leluasa terbangun bagi masyarakat umum saat ini.
Selain tercabik-cabiknya posisi guru di negeri kita saat ini, keberadaan sekolah dasar negeri kini juga dihadapkan dengan minimnya peserta didik.
Salah satu dampak dari minimnya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah negeri berbuntut juga pada permasalahan yang dihadapi sekolah rasar negeri yang mengalami penurunan tenaga pendidik karena daya serap tenaga guru dari pemerintah sangat rendah dengan panjangnya seleksi yang begitu sulit dilalui bagi guru-guru tidak tetap yang sudah lama mengabdi dan dihantui faktor usia serta persaingan yang ketat.
Tidak hanya itu, sekolah negeri juga dihadapkan dengan persaingan hadirnya sekolah swasta yang didirikan oleh yayasan swasta yang memiliki fasilitas dan tenaga guru yang menjanjikan.
Berbicara tentang Sekolah milik swasta misalnya, sekolah-sekolah ini sangat leluasa mengembangkan fasilitasnya dengan berbagai aspek dan kefokusan basis sekolah seperti sekolah swasta berbasis agama dan sekolah berbasis internasional school.
Selain itu, banyak pengakuan wali murid dari sekolah swasta mengatakan lingkungan di sekolah swasta itu bagus yang didukung dengan fasilitas mewah.
Tingkatbullyingjuga sangat rendah di sekolah swasta, karna tingkat pengawasan lebih tinggi. Ditambah banyaknya isu-isu beredar di sekolah negeri, bahwa siswa-siswa mudah terpengaruh teman yang nakal dan berdampak "anak disekolah negeri itu" jadi nakal dan suka berkata kotor.
Dampaknya kini, beberapa sekolah dasar milik Negeri yang penerimaan siswanya ditengah kota kini hanya memperoleh kurang 10 orang siswa saja, bukan krisis jumlah anak yang butuh sekolah tapi para orang tua di kota mulai takut memasukkan anaknya di sekolah negeri dan lari memilih sekolah swasta yang kini punya pesona tersendiri.
Tentu sekolah negeri sulit menyaingi kehadiran mentereng sekolah swasta saat ini, karena fasilitas dan pendanaan sekolah milik negeri harus disama-ratakan dengan seluruh sekolah negeri sesuai tingkatannya di Indonesia yang dikomandoi Kemendikbud-Ristek RI dengan kebijakan zonasinya yang membangun pilihan orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah swasta apabila tidak memiliki pilihan Sekolah yang baik di zona pilihan anaknya sesuai tempat tinggal (zonasi).
Permasalahan inilah yang dihadapi beberapa sekolah dasar negeri sebagai bukti kini, dengan jumlah anak yang masuk sekolah dasar milik negeri mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.Bahkan diproyeksikan bahwa lima tahun kedepan kondisinya akan seperti ini.
Pemerintah harus sadar, dengan ancaman krisis kepercayaan masyarakat terhadap kualitas sekolah dasar negeri yang terus melorot, seharusnya membuka mata pemerintah untuk meningkat kualitas mutu, keamanan, kurikulum, fasilitas, dan program dari segala aspek untuk meningkatkan kembali peranan sekolah milik negeri.
Pemerintah disini, tentu Dinas Pendidikan selaku otak pengelolaan sekolah negeri harus cepat bertindak menganalisis ancaman krisis ketidakpercayaan masyarakat, jangan biarkan sekolah milik negeri terus kehilangan peranannya sebagai pendidikan utama Warga Negara ini.
Dinas Pendidikan tentu harus merumuskan berbagai cara supaya ancaman krisis kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pendidikan di sekolah negeri, terkelola dengan baik dan membangun kembali citra baik.
Pemerintah harus mengambil langkah konkrit salah satu-nya dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan berkoordinasi dengan sekolah dasar yang ada di setiap daerah yang dekat dengan sekolah minim murid.
Kebijakan zonasi harus tegas diberlakukan pemerintah disetiap daerah untuk mengantisipasi orang tua murid yang memasukkan anaknya yang dianggap lebih bagus sehingga terus terjadinya ketimpangan jumlah murid di sekolah negeri.
Pemerintah harus meningkatkan kualitas untuk menyiapkan guru-guru yang kompeten. Pemerintah juga harus 'lebih' memfasilitasi guru-guru untuk memiliki sertifikat pendidik sehingga daya saing guru yang memiliki keahlian mumpuni yang tidak kalah lebih baik dari kehadiran sekolah-sekolah swasta saat ini. (*)
Komentar