>
"Bagaimana koordinasi pengamanan yang dilakukan bersama dengan TNI dan Polri? Itu semua harus mampu dijelaskan oleh KPU dan pemangku kepentingan terkait. Tak hanya itu, KPU juga harus mampu memberikan jaminan Pilkada Puncak Jaya selanjutnya akan berlangsung aman," tambahnya.
Rahmat Saleh menyayangkan transformasi pilkada dari forum adu ide menjadi ajang perebutan kekuasaan yang memakan korban jiwa.
Ia menilai tujuan utama Pilkada adalah membangun daerah, bukan menghancurkannya.
"Pilkada harusnya untuk kemajuan daerah, bukan untuk kehancuran daerah. Sangat kita sayangkan 12 jiwa anak bangsa melayang karena perebutan kursi bupati Puncak Jaya. Kita juga khawatir akan adanya dendam berkepanjangan akibat peristiwa tersebut. Hal ini tentunya akan menghambat program bupati terpilih nantinya," katanya.
Serangkaian aksi kekerasan yang mewarnai Pilkada Puncak Jaya, kata Rahmat Saleh, menjadi bukti mendesaknya pembahasan ulang terhadap paket UU Pemilu, termasuk UU Pilkada, untuk mengakomodasi situasi wilayah yang rawan konflik.
Pilkada Kabupaten Puncak Jaya diketahui mempertemukan dua pasangan calon, yakni Yuni Wonda-Mus Kogoya dan Miren Kogoya-Mendi Wonerengga.
Bentrokan antarpendukung kedua pasangan memuncak pada Rabu (2/4/2025) lalu, menyebabkan 59 orang luka akibat serangan panah.
Kepala Operasi Damai Cartenz-2025, Faizal Ramadhani, menyebut serangan berlangsung sejak 27 November 2024 hingga 4 April 2025.
Selama periode tersebut, 12 orang meninggal dunia dan 658 orang luka akibat terkena panah. Dari total korban luka, 423 berasal dari kubu pasangan calon 01, sisanya dari pasangan calon 02.
Selain korban jiwa, kerugian materi pun besar. Sebanyak 201 bangunan terbakar, terdiri dari 196 rumah warga, satu sekolah, satu kantor distrik, dan satu kantor balai desa. (*)
Komentar